Setiap orang pasti memiliki kehidupan yang diimpikan masing-masing.
Dengan minat dan hasrat yang berbeda, kita semua terus maju ke depan
untuk menjalani kehidupan. Namun, masih ada orang yang masih bingung,
mau kemana sih hidup kita? atau untuk apa hidup kita ini? Nah, kalo mau
tahu, yuk kita pahamin perbedaan tujuan hidup dan makna hidup.
Benang Tipis antara Tujuan Hidup dengan Makna Hidup terletak dari kesungguhan niat untuk berbagi dengan sesama
(sharing to the others).
Secara umum manusia hampir dipastikan memiliki tujuan hidup yang hampir
sama antara satu dengan lainnya, seperti; harta melimpah; rumah, sawah
spread up every where in every location, deposito
bejibun tidak habis 7 turunan, istri cantik
full-pressed body
yang patuh pada suami, anak yang Berbakti, bekerja tidak
bersusah payah tetapi besar gajinya dan lain-lain. Itulah alasan mengapa
orang dengan mudah dan lugas akan menjawab ketika ditanyakan: “apa
tujuan hidup saudara?”. Tetapi coba anda rubah pertanyaannya dengan
format yang kurang lebih sama tapi kaya makna, seperti “apa makna hidup
buat saudara?”, saya yakin jawaban yang diberikan tidak akan semudah ia
menjawab pertanyaan “tujuan Hidup” seperti tersebut diatas.
Pertanyaannya mengapa begitu sulit menjawab pertanyaan “apa makna
hidup buat anda?” dengan “apa tujuan hidup anda?”. Jawabannya terletak
pada muatan nilai
“value” antara tujuan hidup dan makna hidup
, nilai
kemaslahatan dan asas kemanfaatan yang hadir pada masyakarat dengan
eksistensi, kehadiran diri kita yang mempribadi. Mudah saja bagi orang
mencapai kejayaan dan mencapai kekayaan, walau harus diakui upaya yang
dilakukan terkadang dicapai dengan langkah tertatih-tatih bahkan bisa
jadi mereka mencari jalan tercepat mencapai kekayaan dengan melacurkan
harga dirinya dengan tindakan manipulasi anggaran, rekayasa proyek,
mark-up pengeluaran,
menistakan harga diri dengan menjadi mafia anggaran, preman proposal
dan calo proyek dari beraneka ragam kegiatan yang dialokasikan pusat
untuk daerah.
Tapi coba Saudara pikir dan renungkan pertanyaan berikut; “mudahkan
membuat, membuat teman kita tersenyum?”, atau “mudahkah membuat si miskin
tertawa-tawa bahagia ?”, atau “atau mudahkah kita sebagai pendidik
membuat para siswa, mahasiswa, kita bebas menyuarakan aspirasi,
hati nurani tanpa tertekan oleh status “penguasa” yang kita miliki?
Tentu sangat berat jawabannya, disamping itu diperlukan kesabaran diri
serta kemahiran mengesampingkan ego kita sebagai manusia yang seringkali
menjelma menjadi sosok homo homini lupus.
Tujuan hidup kita, saya dan saudara, selalu, selalu dan selalu
individualistik-minded !, pertanyaannya apakah mungkin kita mau merubah
paradigma berpikir dari tujuan hidup ke makna hidup tentunya tanpa
memalingkan diri sepenuhnya dari tujuan hidup kita yang sentralistik dan
individualistik. Memang diperlukan sikap yang bijaksana untuk
memahaminya dan salah satu yang menjadi kekuatan kita dalam mensikapi
hidup adalah karena kita adalah pribadi yang “peduli” dengan orang lain ! :)